KEJAHATAN DAN KELICIKAN GERAKAN KRISTENISASI BERWAJAH ISLAM

::

“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepadamu hingga kamu mengikuti millah mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk yang benar”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu” (Qs. al-Baqarah 120).

Tak ada lagi ruang kosong yang tidak dimanfaatkan oleh kaum kuffar untuk melumatkan akidah umat Islam. Segala cara ditempuh untuk menyukseskan program pemurtadan. Bahkan segala cara dihalalkan asal tujuan “Misi Amanat Agung” menjadikan umat Islam sebagai domba-domba Yesus berhasil dengan sukses.

Untuk itu, kalangan missionaris Kristen semakin gencar melancarkan Gerakan Pemurtadan terhadap umat Islam dengan menggunakan ‘Strategi Kontekstualisasi’, yaitu melalui pendekatan Al-Qur’an dan Hadits. Ayat-ayat suci umat Islam itu dipotong-potong, dirakit dan ditafsirkan sedemikian rupa sesuai dengan kemauan missi untuk melunturkan akidah umat. Sasaran bidiknya jelas, kaum awam yang wawasan Islamnya masih minim dan akidahnya tipis.

Tujuan akhirnya, agar kaum muslimin yang menjadi target misi itu pindah agama (murtad) beralih menjadi Kristen. Gerakan pemurtadan berwajah Islam ini sangat berbahaya terhadap kerukunan hidup antarumat beragama dan ketertiban kehidupan masyarakat secara luas di nusantara. Terlebih lagi, karena peredaran  tulisan berupa brosur, majalah dan buku-buku yang berkedok Islam yang memutarbalikan ajaran Islam tidak ada tindak penanganan dari aparat yang berwenang.

Sampai saat ini, puluhan penginjil dan pendeta yang aktif di alam “Pemurtadan Berkedok Islam” itu bebas berkeliaran melakukan prakteknya, tak terjamah oleh tangan aparat penegak hukum. Padahal gerakan tersebut jelas-jelas melanggar SKB Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 01/1979.

Berikut ini adalah deretan daftar aktivis Gerakan Pemurtadan berkedok Islam yang berbahaya:

1. Pendeta Josias L. Lengkong: Al-Qur’an sebagai alat misi Kristen

Pada tanggal 15 Agustus dan 19 September 1997 Yayasan Misi Pekabaran Injil (YMPI) Alkitabiah yang dipimpin oleh Pendeta Yusuf Roni mengadakan seminar di hotel Mandarin Jakarta dengan tema “Studi Paralelisasi Kristen dan Islam”. Tujuannya, untuk memberikan wawasan baru kepada umat Kristiani, supaya bisa menjalin dialog agama dengan umat Islam dalam rangka misi pekabaran Injil (penginjilan). Acara tersebut sangat menarik, sehingga disambut dengan antusias oleh jemaat Kristiani. Peserta yang seyogyanya dibatasi hanya untuk 200 orang peserta, ternyata jauh melebihi kapasitas yang direncanakan. Acara dimoderatori oleh Pendeta K.A.M. Yusuf Roni dengan menghadirkan dua orang pembicara, yaitu Bambang Noorsena, SH., dari Gereja Ortodoks Syiria dan Pendeta Josias L. Lengkong, Phd., rektor Institut Teologi Kalimatullah Jakarta.

Dalam makalahnya yang berjudul “Otentisitas Alkitab (Bibel) Berdasarkan Kesaksian Al-Qur’an”, Pendeta Josias L. Lengkong menyebutkan bahwa Al-Qur’an perlu dipelajari oleh umat Kristen, bukan untuk diyakini dan diimani, tetapi semata-mata sebagai senjata andalan dalam gerakan pekabaran Injil (baca: Gerakan Kristenisasi).

Makalah tersebut sepenuhnya berisi kutipan dan penyalahtafsiran puluhan ayat Al-Qur’an yang dianggap bisa dipakai sebagai alat untuk mendangkalkan akidah umat. Selanjutnya menyeret ke dalam iman Kristiani. Pengertian ayat-ayat Al-Qur’an yang dikutipnya, dibelokkan kepada satu kesimpulan mentah dan sepihak bahwa berdasarkan kesaksian Al-Qur’an, maka Alkitab (Bibel) milik umat Kristen saat ini adalah kitab suci otentik, asli dan bebas dari kerusakan. Maka Alkitab harus diimani dan dijadikan sebagai landasan hukum dalam segala hal oleh kaum muslimin.

Pada pendahuluan makalahnya, Pendeta Josias Lengkong menulis:

“Makalah ini disusun untuk menunjukkan ayat-ayat Al-Qur’an yang menyaksikan bahwa Alkitab Firman Allah yang diilhamkan Tuhan kepada hamba-hambaNya, agar supaya manusia dapat diajarkan tentang kehendak dan petunjuk-petunjuk ilahi. Kupasan akan mencakup persamaan antara kesaksian Al-Qur’an dan Alkitab; Konfirmasi Al-Qur’an terhadap Alkitab; perintah untuk menghakimi berdasarkan Alkitab; kewajiban untuk beriman kepada Alkitab; perintah untuk mengupas Al-Qur’an terhadap Alkitab; perlindungan Allah atas Alkitab; Alkitab  bebas dari kerusakan; dan reputasi yang baik para pengarang Injil.

Tujuan utama menyelidiki referensi-referensi Al-Qur’an yang menyaksikan tentang Alkitab ialah: agar kita dapat mengenal serta mengerti dan memanfaatkan potensi ayat-ayat Al-Qur’an yang berguna bagi kepentingan membagikan berkat Injil kepada kaum Muslim yang kita cintai. Hal menyelidiki Al-Qur’an bukanlah untuk kepentingan pertumbuhan iman kita, tetapi semata-mata hanya untuk menolong kaum Muslim”.

Terakhir, dalam bagian penutup makalahnya, Pendeta Josias Lengkong menarik satu kesimpulan: “Kesaksian Al-Qur’an sangat berguna untuk dijadikan jembatan atau sarana misi pekabaran Injil Alkitabiah”.

Karena Al-Qur’an sangat berguna untuk dijadikan sebagai sarana misi pekabaran Injil (dan agama Kristen), maka di Institut Teologi Kalimatullah (ITK) Jakarta yang dipimpinnya, Pendeta Josias Lengkong berani menggulirkan gerakan pemurtadan terhadap umat Islam secara terang-terangan dan sistematis. Di sana, aktivitas pemurtadan dijadikan sebagai satu profesi yang disiapkan secara matang melalui program studi S1, S2 maupun Diploma 1.

Studi Islamologi dikaji secara serius dan intensif untuk menghantam akidah umat Islam melalui jalur Dialog Pemurtadan Agama kepada umat Islam. Karena dalam sejarah dan visi ITK jelas tertera: “Visi dari institusi ini adalah membagikan kasih Kristus kepada kaum Muslim serta dialog antarpemeluk Islam dan Kristen”.

Di bawah naungan Yayasan Misi Global Kalimatullah, ITK mengambil para dosen dari kalangan murtadin (antara lain: Pendeta Yusuf Roni) dan beberapa pendeta tersohor lain di Jakarta.

Dalam acara ritual kebaktian yang diadakan tiap bulan, tampak dalam foto para dosen dan mahasiswanya mengenakan pakaian seperti selayaknya umat Islam ketika shalat. Para wanitanya memakai jilbab dan yang pria memakai peci.

2. Pendeta K.A.M. Yusuf “Fujita” Roni: mempersiapkan pelopor gereja yang siap menghadapi dunia Islam